Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Sifat Melawan Hukum Formil dan Materiil

Contoh Sifat Melawan Hukum Formil dan Materiil

A. SIFAT MELAWAN HUKUM FORMIL DAN MATERIIL

Pada dasarnya menurut ajaran sifat melawan hukum formil, sesuatu perbuatan dinyatakan bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut telah memenuhi rumusan Undang - Undang itu dapat hapus sifat melawan hukumnya dikarenakan adanya alasan - alasan yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan disebut sebagai alasan pembenar. Penerapan pada ajaran sifat melawan hukum formil dapat kami ilustrasikan pada contoh berikut :

1. "Regu tembak melaksanakan tugas eksekusi terhadap terpidana mati. Perbuatan anggota regu tembak tersebut jelas memenuhi ketentuan - ketentuan dalam Pasal 340 KUHP. Namun karena perbuatannya itu tidak dapat dikatakan bersifat melawan hukum karena mereka sedang menjalankan perintah jabatan yang sah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 51 Ayat 1 KUHP."

Contoh Sifat Melawan Hukum Formil dan Materiil
Foto : Ilustrasi Contoh.

2. "Polisi menahan seseorang yang diduga telah melaksanakan suatu perbuatan pidana. Perbuatan polisi ini sesungguhnya telah memenuhi ketentuan Pasal 333 KUHP. Tetapi karena perbuatan itu tidak dapat dikatakan bersifat melawan hukum karena polisi menjalankan kewajibannya berdasarkan Undang - Undang hukum acara pidana. Dan oleh sebab itu sifat melawan hukumnya hapus karena ketentuan Pasal 50 KUHP."

Dari uraian contoh diatas sekali lagi dapat kita simpulkan bahwa menurut sifat melawan hukum formil, suatu perbuatan tersebut yang telah memenuhi rumusan undang - undang tidak secara serta merta merupakan perbuatan pidana, dikarenakan adanya hal - hal yang telah ditentutkan oleh undang - undang sebagai alasan pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan perbuatan hukum tersebut.

Berbeda halnya dengan sifat melawan Hukum Materiil yang menyatakan bahwa suatu perbuatan bersifat melawan hukum atau tidak hanya karena undang - undang telah menentukan, Namun karena adanya ketentuan - ketentuan diluar undang - undang ( Hukum tidak tertulis ). Sebagai contoh klasik saja sobat " Keputusan Mahkamah Agung Belanda ) tanggal 20 Februari 1933, penggunaan ajaran sifat melawan hukum materiil ini yaitu :

" Seorang dokter hewan dikota Huizen dengan sengaja memasukan sapi - sapi yang sehat ke dalam kandang yang berisi sapi - sapi yang sudah terjangkit penyakit mulut dam kuku ,sehingga membahayakan sapi - sapi yang sehat tersebut. Perbuatan dokter hewan itu tegas - tegas melanggar pasal 28 Undang - Undang ternak, Yaiti " dengan sengaja menempatkan ternak dalam keadaan membahayakan. " ketika dituntut, dokter hewan mengemukakan bahwa apa yang dilakukannya itu untuk kepentingan peternakan. Putusan Mahkamah Agung Belanda : Pasal 82 Undang - Undang Ternak tidak dapat diterapkan kepada dokter hewan itu, dengan pertimbangan bahwa :

Tidak dapat dikatakan bahwa seorang yang melakukan perbuatan yang diancam pidana itu mesti di pidana, apabila undang - undang sendiri tidak dengan tegas - tegas menyebut adanya alasan - alasan penghapus pidana. Karena dalam hal ini sifat melawan hukumnya perbuatan tidak ada,sehingga oleh karena pasal yang bersangkutan tidak berlaku terhadap perbuatan yang secara tegas memenuhi unsur delik."

Dari ajaran tersebut dapat kita simpulkan bahwa , sekalipun suatu perbuatan telah memenuhi rumusan delik, akan tetapi tidam secara serta merta perbuatan itu dapat dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dipidana karena adanya alasan pembenar . Alasan pembenar tersebut dapat berasal dari luar undang - undang, dalam kasus ini adalah untuk kepentingan kesehatan peternakan itu sendiri. Untuk Penjelasan Lebih lanjut Mengenai Alasan Penghapusan,Simak Artikel berikut Alasan Penghapusan,Pengurangan, dan Penambahan Pidana.

Berikut ini beberapa contoh kasus lain yang dapat kami sajikan terkait dengan ajaran sifat melawan Hukum Materiil :
  • Seorang ayah yang memukul pemuda yang telah memperkosa anaknya.
  • Dalam suatu ekspedisi di kutub selatan seorang menembak mati temannya atas permintaannya sendiri , karena ia menderita luka parah dan tidak mungkin hidup terus, apalagi jauh dari dokter.
  • Seorang biolog membedah binatang - binatang untuk penelitian ilmiah.

B. FUNGSI NEGATIF DAN POSITIF SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIIL.

1. Ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsi yang negatif.

Ajaran sifat melawan hukum materiil negatif ini mengakui adanya hal - hal diluar undang - undang ( Hukum Kebiasaan ). Sebagai dasar untuk menghapuskan sifat melawan hukumnya. Yang berarti bahwa sekalipun suatu perbuatan telah memenuhi rumusan undang - undang sebagai suatu tindak pidana, namun sifat melawan hukumnya dapat hapus karena adanya ketentuan - ketentuan dluar undang - undang yang membenarkan perbuatan tersebut. Jadi pada intinya Hal - hal yang berada di luar Undang - Undang tersebut berfungsi sebagai dasar untuk menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan.

2. Ajaran sifat melawan hukum Materiil  dalam fungsi Positif.

Nah sobat good people berbeda halnya dengan di atas, justru ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi positif ini mengakui hal - hal diluar undang - undang ( Hukum kebiasaan ). Sebagai dasar untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana sekalipun perbuatan tersebut tidak nyata - nyata dirumuskan dan diancam pidana dalam undang - undang. Dengan demikian pada intinya bahwa ajaran sifat melawan hukum dalam fungsinya yang positif mengakui hukum kebiasaan sebagai sumber hukum pidana yang positif.

Kemudian berkaitan dengan diikutinya asas legalitas sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHP. Apabila dikaitkan berlakunya asas legalitas, maka ajaran sifat melawan hukum dalam fungsinya yang negatif telah mengurangi ketajaman asas legalitas tersebut. Terlebih lagi pada ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsi positif yang mengakui hukum kebiasaan sebagai dasar untuk menetapkan perbuatan pidana, maka hal ini tampak bertentangan dengan asas legalitas yang hanya mengakui undang - undang sebagai satu - satunya sumber hukum positif. Untuk penjelasan lebih lanjut Mengenai Asas Legalitas, Baca Selengkapnya pada Artikel Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Pasal 1 Ayat ( 1 ) KUHP

Berkaitan dengan ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsi positif ini, perkembangan hukum pidana di indonesia menunjukan  adanya perkembangan yang menarik berkaitan dengan adanya :

a. Undang - Undang  Darurat  Nomor 1 Tahun 1951 Pasal 5 Ayat 3 Sub ( b ) yang menyatakan :
" bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap sebagai perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam kitab Hukim Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang tidak lebih dari tiga bulan penjaradan/ denda Rp. 500,00 ( lima ratus Rupiah )...."
Dalam ketentuan UU. Darurat 1 Tahun 1951 ini tampaknya memperluas berlakunya hukuman pidana melalui ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif,meskipun telah disebutkan sepanjang perbuatan itu tiada bandinya dalam KUHP.

b. Rancangan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana Nasional 2004 Pasal 1 Ayat 3 menyatakan :
" ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 ( Asas Legalitas ). Tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup atau hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat setempat  seorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan Perundang - Undangan "
c. Undang - Undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana telah dirubah dengan Undang - Undang Nomor 20 Tahun Tahun 2000 Dalam Penjelasan Pasal  2 Ayat ( 1 ) dinyatkan :
" Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang - undangan , Namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan  rasa keadilan status norma - norma  kehidupan sosial dalam masyarakat , Maka perbuatan tersebut bisa dipidana."

C. SIFAT MELAWAN HUKUM UMUM DAN SIFAT MELAWAN HUKUM KHUSUS.

Diartikan sebagai sifat melawan hukum secara umum adalah syarat umum untuk dapat dipidananya suatu perbuatan yang memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang - undang . Sifat melawan hukun umum juga merupakan sifat melawan hukum sebagai syarat tidak tertulis untuk dapat dipidannya suatu perbuatan yang memenuhi  rumusan tindak pidana. Dengan demikian untuk dapat dipidananya suatu perbuatan berlaku suatu syarat bahwa perbuatan itu harus bersifat  melawan hukum, yang dalam hal ini bertentangan dengan hukum ( Bukan UU ) tidak adil.

Sifat melawan hukum adakalanya  dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana ,jadi sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidannya perbuatan. Sifat melawan hukum yang menjadi bagian tertulis  dari rumusan tindak pidana dinamakan sifat melawan hukum khsusus atau sifat faset. Oleh karena itu  pembentuk Undang - undang mencantumkan secara tegas sifat melawan hukum dalam rumusan tindak pidana. Dengan kata lain bahwa sifat melawan hukum menjadi bagian dari undang - undang, sebagai syarat tertulis untuk dapat dipidana.

D. PEMBUKTIAN UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM.

Dari berbagai uraian penjelasan diatas munculnya pertanyaan, Apakah unsur sifat melawan hukumnya suatu perbuatan itu harus dibuktikan??? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu anda ketahui bahwa unsur sifat melawan hukum itu adanya yang dirumuskan secara tegas dalam undang - undang dan ada yang tidak. Apabila unsur sifat melawan hukum itu secara tegas dalam rumusan tindak pidana, maka ia harus dibuktikan. Jika unsur tersebut tidak dirumuskan secara tegas ,maka dalam hal ini ada dua pendapat . Pendapat pertama menyatakan, jika unsur  tersebut  dianggap mempunyai fungsi yang positif artinya ada tindak pidana kalau perbuatah itu bersifat melawan hukum,maka harus dibuktikan. Namun jika unsur tersebut dipandang dalam fungsi negatif, artinya  tidak ada unsur sifat melawan hukum pada perbuatan  sebagai suatu perkecualian adanya suatu tindak pidana, maka tidak perlu dibuktikan. (Soedarto 1990).

Demikian artikel dari kami Semoga bermanfaat untuk kita semua. Jangan Lupa SHARE. Terima Kasih.

Sumber Hukum :
  1. Kitab Undang - Undang  Hukum Pidana
  2. Undang - Undang  Darurat  Nomor 1 Tahun 1951 Pasal 5 Ayat 3 Sub ( b )
  3. Rancangan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana Nasional 2004 Pasal 1 Ayat 3
  4. Undang - Undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana telah dirubah dengan Undang - Undang Nomor 20 Tahun Tahun 2000